Labels

BBWS (1) Daerah (21) DAERAH | (1) Pendidikan (6)

Sabtu, 15 Januari 2011

SKANDAL DANA BOS


OLEH: FEBRI HENDRI AA
Peneliti Senior ICW

Hanya dua pihak yang mengetahui detail pengelolaan dana bantuan operasional sekolah di sekolah, yakni kepala sekolah dan tuhan.
Demikian keluhan orangtua murid, guru dan bahkan wakil kepala sekolah yang disampaikan kepada Indonesia Corruption Watch ICW terkait dengan ketertutupan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah. Pertanyaan mengapa masih ada pungutan sekolah dan berapa anggaran pembelian buku pelajaran sering tidak terjawab.
Sebaliknya, orangtua dan guru justru mendapat ancaman jika terus bertanya mengenai pengelolaan dana BOS, anak dikeluarkan dari sekolah sampai kenaikan guru terhambat.
Korupsi Baru?
Kemendiknas mulai menggunakan mekanisme baru penyaluran dana BOS. Dana BOS tidak lagi langsung ditransfer dari bendahara negara ke rekening sekolah, tetapi ditransfer ke kas APBD selanjutnya ke rekening sekolah.
Kemendiknas beralasan, mekanisme baru ini bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini, diharapkan pengelolaan menjadi lebih tepat waktu, tepat jumlah dan tak ada penyelewengan. Mungkinkah itu? Atau sebaliknya, dana BOS lambat ditransfer, dipotong atau malah memunculkan penyelewengan dengan modus baru?
Harus diakui, masalah utama dana BOS terletak pada lambatnya penyaluran dan pengelolaan di tingkat sekolah yang tidak transparan. Selama ini, keterlambatan transfer terjadi karena berbagai faktor, seperti keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat dan lamanya keluar surat pengantar pencairan dana BOS daerah.
Akibatnya, kepala sekolah (kepsek) harus mencari berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi keterlambatan itu, bahkan, ada yang meminjam kepada renternir dengan bunga tinggi. Untuk menutupi biaya ini, kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban yang wajib disampaikan setiap tri wulan kepada tim manajemen BOS daerah. Ini mudah karena kuitansi kosong dan stempel toko mudah didapat.
Kepsek memiliki berbagai kuitansi kosong dan stempel dari beragam toko. Kepsek dan bendahara sekolah dapat menyesuaikan bukti pembayaran sesuai dengan panduan dana BOS, seakan-akan tidak melanggar prosedur.
Tidaklah mengherankan apabila praktik curang dengan mudah terungkap oleh lembaga pemeriksa, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan  dan Pembangunan. Ibarat berburu, BPK dengan mudah menemukan penyelewengan dana BOS di sekolah.
BPK Perwakilan Jakarta, misalnya, menemukan indikasi penyelewengan pengelolaan dana sekolah terutama dana BOS tahun 2007-2009 sebesar Rp 5,7 miliar di tujuh sekolah di DKI Jakarta, sekolah-sekolah tersebut terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ) dengan kuitansi fiktif dan keterangan lain dalam SPJ.
Contoh manipulasi antara lain kuitansi percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC mobil oleh SDN 012 RSBI Rawamangun. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata menggunakan materai yang belum berlaku. Bahkan lebih parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008 karena hingga tak tentu rimbanya.
Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar,
Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5 persen dari total sampel sekolah itu. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp 13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang terungkap antara lain dalam bentuk pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan PGRI dan insentif guru PNS.
Periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia juga berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian negara dari kasus ini kurang lebih Rp 12,8 miliar. Selain itu sebanyak  saksi yang terdiri dari kepsek, kepala dinas pendidikan dan pegawai dinas pendidikantelah ditetapkan sebagai tersangka.
Perubahan mekanisme penyakuran dana BOS  sesuai dengan mekanisme APBD secara tidak langsung mengundang keterlibatan birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Konsekuensinya, sekolah menanggung biaya politik dan birokrasi.
Sekolah harus rela membayar sejumlah uang muka ataupun pemotongan dana sebagai syarat pencairan dana BOS. Kepsek dan guru juga harus loyal kepada kepentingan politisi lokal ketika musim pilkada. Dengan demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak karena aktor yang terlibat dalam penyaluran semakin banyak.
Partisipasi Publik
Salah satu penyebab utama maraknya penyelewengan dana BOS adalah minimnya partisipasi dan transparansi publik dalam pengelolaannya. Pengelolaan dana BOS selama ini mutlak dalam kendali kepsek tanpa keterlibatan warga sekolah, seperti orangtua murid, komite sekolah, guru dan masyarakat sekitar sekolah. Partisipasi warga sekolah dibatasi hanya dalam urusan pembayaran uang sekolah. Di luar urusan tersebut, warga sekolah tidak boleh ikut campur.
Pemahaman pihak sekolah dan dinas pendidikan atas partisipasi publik ini perlu diluruskan. Partisipasi publik merupakan syarat mutlak untuk menekan kebocoran dana pendidikan. Partisipasi publik harus senantiasa dimunculkan, bahkan dilembagakan, sampai pada tingkat pengambilan keputusan kebijakan strategis sekolah.
Warga sekolah seharusnya berperan menentukan kondisi masa depan sekolah lima atau sepuluh tahun mendatang. Oleh karena itu, mereka juga didorong untuk terlibat merumuskan kebijakan sekolah mulai perencanaan, pengalokasian, sampai pengelolaan anggaran sekolah.
Lebih dari itu, warga sekolah dapat mencermati pengelolaan dana sekolah lebih dalam. Warga sekolah dapat melihat seluruh dokumen pencatatan dan pelaporan keuangan sekolah. Hal ini dimungkinkan karena Komisi Informasi Pusat telah memutuskan dokumen SPJ dana BOS adalah dokumen terbuka sepanjang telah diperiksa oleh lembaga pemeriksa dan disampaikan oleh lembaga perwakilan.
Publik, terutama warga sekolah dapat memanfaatkan putusan ini guna mendapatkan informasi pengelolaan dana sekolah. Mereka juga dapat menggunakan putusan ini untuk menilai apakah penggunaan dana sekolah sudah wajar atau tidak.
Partisipasi dan keterbukaan informasi publik akan menguntungkan sekolah. Selain dapat menekan kebocoran anggaran, pihak sekolah juga dapat mengajak orangtua murid untuk menghimpun dan mengerahkan sumber daya untuk menutupi kekurangan sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan.
Sekolah yang jujur dalam pengelolaan dana sekolah dengan mudah meraih simpati orangtua murid. Segala kekurangan sekolah, terutama dana pendidikan, akan mudah diatasi karena warga sekolah dengan ikhlas mencari dana itu pada pemerintah, swasta atau mereka sendiri. Mereka pasti menginginkan sekolah yang jujur dan terbaik bagi anak-anak mereka.  FEBRI HENDRI AA

source : KOMPAS, sabtu, 15 Januari 2011 Hal 7 OPINI

Parpol Non Parlemen Klarifikasi Status Yance


Senin, 10/01/2011 - 20:46
INDRAMAYU, (PRLM).
- Belasan Partai Politik (Parpol) non parlemen di Kab.Indramayu mendatangi pendopo kabupaten setempat, Senin (10/1) siang. Kedatangan mereka meminta klarifikasi pemerintah kabupaten (pemkab) terkait penetapan tersangka mantan Bupati Indramayu, Irianto MS Syafiuddin (Yance) dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTU Sumuradem Kab.Indramayu. Kehadiran sedikitnya 17 parpol non parlemen di pendopo diterima Wakil Bupati Indramayu, Supendi, dan Asisten Daerah (Asda) I, A Bakhtiar.
Selain meminta klarifikasi mengenai status tersangka Yance, parpol non parlemen juga menyatakan sikap politik yang berisi antara lain partisipasi publik terhadap penetapan kebijakan pemerintah daerah, melakukan fungsi kontrol dalam pembangunan dan sinergitas parpol non parlemen dengan Pemkab. Ketua Aliansi Parpol non Parlemen, Nuarmin Syafi'i pada kesempatan itu mengatakan, kasus dugaan korupsi proyek PLTU yang menyeret Yance hendaknya dipahami sebagai kasus hukum biasa. Untuk itu, seluruh parpol non parlemen meminta parpol yang ada di parlemen, agar tidak mempolitisasi kasus itu.


"Terutama kelompok masyarakat yang sudah memberikan vonis bersalah terhadap Yance, agar menghentikan upaya pembunuhan karakter. Biarkan semua berjalan di atas rel hukum, bukan politik," tegas Nuramin.
Menanggapi pernyataan itu, Wakil Bupati Indramayu, Supendi, menyampaikan penghargaannya kepada parpol non parlemen. Sebab menurut dia, pandangan parpol non politik dalam kasus mantan bupati dinilai obyektif. Supendi juga berharap, parpol non parlemen tetap melaksanakan fungsi kontrol bagi pemerintahan dan legislatif selama pelaksaan pembangunan berlangsung. Terkait dengan kasus PLTU, di hadapan para pengurus parpol non parlemen Supendi menjelaskan, pemerintah kabupaten tidak terganggu dan telah meminta semua pihak agar menyerahkan kasusnya dalam koridor hukum.
"Ini sekaligus klarifikasi kepada masyarakat melalui parpol non parlemen bahwa masalah hukum tidak ada kaitan dengan politik dan memengaruhi kegiatan pemerintahan," jelas Supendi.
Sebelumnya,sejumlah ulama dan ormas Islam di Kabupaten Indramayu menolak politisasi kasus dugaan korupsi PLTU Sumuradem Kab.Indramayu. Mereka menyatakan sikap itu melalui surat terbuka yang disampaikan ke Kejaksaan Agung dan Bupati Indramayu, Anna Sophanah, menyusul adanya kelompok massa yang menghendaki mantan bupati Indramayu, Irianto MS Syafiuddin (Yance), turun sebagai Ketua DPD Partai Golkar (PG) Jawa Barat (Jabar) . Mereka menilai, status tersangka yang dikenakan terhadap Yance merupakan persoalan hukum normatif dan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik. (C-24/das)***
source: Pikiran Rakyat Online
Foto: Syamsul Kampoeng Indramayoe****  Deni Humas Pemda ****
Kyai Nur Amin (Foto)

BANGUNAN SDN RAMBATAN KULON 1 SANGAT KOTOR DIDUGA MINIMNYA KESADARAN MASYARAKAT


Kampoeng Indramayoe
INDRAMAYU.
Pemerintah berupaya keras untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendirikan  sekolah–sekolah mulai dari tingkatan Taman Kanak-kanak (TK) Sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik itu sekolah negeri maupun sekolah swasta, tentunya harus ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai seperti gedung sekolah sebagai tempat untuk dilangsungkannya pembelajaran bagi siswa siswinya. Untuk itu diperlukan kesadaran dari semua unsur/komponen bukannya hanya dari unsur pemerintah seperti Kepala Sekolah, guru, aparatur desa, segenap Muspida, Muspika bahkan masyarakat juga dituntut untuk menjaga dan memelihara baik sarana maupun prasarananya.
Seperti halnya yang terjadi pada SDN Rambatan Kulon 1 yang terletak di Desa Rambatan Kulon 1 Kec. Lohbener Kab. Indramayu diduga karena minimnya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara sarana prasarana milik pemerintah, karena bangunan sekolah dasar (SD) tersebut sangatlah kotor (tampak dalam gambar).
Pantauan wartawan dalam beberapa minggu yang lalu (terakhir Selasa, 11/01/2011 Jam 17.00 WIB) dilokasi bangunan SDN tersebut sangatlah kotor bukan saja di lantai bahkan sampai ke tembok-tembok gedung terlihat banyak tanah-tanah liat yang menempel di gedung tersebut (tampak dalam gambar), juga tampak terlihat genteng-genteng yang pada pecah yang dapat mengakibatkan banjir di ruang kelas dan di halaman SD tersebut juga digunakan oleh beberapa anak untuk mainan lempar-lemparan tanah liat (tampak dalam gambar) bahkan sampai orang dewasa pun bermain di sekitar halaman SD, seperti bermain sepak bola dan bola volly.
Menurut tokoh pemuda desa setempat yang berinisial AS saat dikonfirmasi mengatakan dalam 1 minggu ini saya kurang memantau SD tersebut dikarenakan banyak kesibukan. Tetapi untuk beberapa minggu yang lalu saya memantau, memang di sekitar halaman SD tersebut sekira jam 16.00 WIB digunakan anak-anak untuk bermain sepak bola, volly, dan lain sebagainya. Itulah anak-anak dan saya menduga ini dikarenakan minimnya kesadaran dari para orang tua untuk menasehati anak-anaknya agar tidak bermain di sekitar halaman sekolah tersebut. Ujarnya kepada wartawan
Kepala Sekolah Moh. Abd. Manaf, S.Pd saat dikonfirmasi mengatakan begitulah kondisinya, saya juga sangat prihatin dengan kondisi bangunan/gedung sekolah. Saya beserta guru-guru yang lain sudah memberikan teguran jangan bermain di sekitar halaman sekolah, tapi apa jawabannya? Mereka mengatakan jangan mentang-mentang jadi guru di SD ini. Tandasnya kepada wartawan 

Abd. Manaf juga menambahkan bukan hanya itu saja, sekolah sering kali mengganti genteng-genteng yang pecah sampai 150 buah genteng pada saat itu, sekarang saya belum sempat mengganti genteng yang pecah tersebut. Jangankan itu, pot bunga beserta bunganya juga hilang, pernah saya menaruh pot bunga yang ada bunganya pagi hari, besoknya sudah hilang. Tandasnya kepada wartawan .
Abd. Manaf berharap kepada pemerintah khususnya melalui Dinas Pendidikan Kab. Indramayu agar segera dilakukan pemagaran supaya anak-anak maupun orang dewasa tidak bisa lagi bermain sekitar halaman sekolah. Harapnya  (Syamsul Wartawan Kompass Indonesia)
Foto-Foto: Syamsul*****

KAMPUNG INDRAMAYU

KAMPUNG INDRAMAYU

Labels

Labels

Label

Label

Labels

Labels

Ads 468x60px

About Me

Kampung Indramayu
Indramayu Mulih Harja Indramayu REMAJA Email: kampungindramayu@yahoo.com No. Rek. 4194-01-006218-53-3 Bank BRI Unit Karangturi - Indramayu. Transaksi Pembayaran Iklan/Advetorial/Peduli, kami terima melalui nomor rekening tersebut.
Lihat profil lengkapku

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Labels

Site Sponsors

TRANSLATE/BAHASA

Negara Pengunjung

free counters

Labels

Popular Posts

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons